Long Live the Crowdsurfer!

Search
Close this search box.

Ulasan Album The Jeblogs – Sambutlah

“Oleh-Oleh Indies Khas Klaten”

Akhirnya Klaten melahirkan panutan bagi muda-mudinya, sesuatu yang bisa dibanggakan tanpa perlu berpura-pura mengaku sebagai Solo ataupun Jogja. Sekumpulan pemuda dari Karang Taruna Galur Manggala, Desa Jeblog, Klaten, Jawa Tengah memutuskan membentuk band dan melahirkan salah satu album indies yang tidak murahan dalam periode 1 tahun terakhir. The Jeblogs merilis album “Sambutlah” pada desember 2023 dan pada April – Mei 2024 disibukkan tur bagian I dari album tersebut yang mereka namakan “Tur Para Sisifus 2024”.

Album dibuka oleh track berjudul “menari resah” lalu dilanjutkan dengan “bersandarlah”. Pada “menari resah” mereka hanya merepetisi riff gitar dan isian bass sederhana khas musik alternatif 90an serta lirik //menarilah bersama resah// seperti pemanasan menuju track kedua yang mematikan. “Bersandarlah” adalah tipikal lagu yang ditakdirkan dinyanyikan di akhir pertunjukan bersama gemuruh paduan suara penonton. Tipikal lagu hits yang sing along dengan isian melodi catchy dan lirik puitis masa kini dengan meminjam beberapa kalimat milik Dea Anugrah pada bagian refrain.

//Bersandarlah//Di pundakku//Bila kau lelah//

//Menangislah//Di pelukku//Kalau kau mau//

//Hidup memang begitu indah//

//Hanya itu yang kita punya//

Setelah itu berturut-turut track berjudul “pulang”, “sambutlah”, dan “lautan api”. “Pulang” terdengar biasa saja setelah “bersandarlah” yang begitu ciamik, namun mereka membalasnya lewat “sambutlah”. “Sambutlah” memiliki formula yang hampir mirip dengan “bersandarlah”, notasi pop dibalut suara drive gitar serta lirik memompa semangat khas anak muda.

//Orang-orang muda berkobar menjelma cahaya//

//Lajunya tak terbendung, jadi bersiaplah, maka rayakanlah//

Track “lautan api” adalah favorit saya di album ini. Secara aransemen dan sound mengingatkan saya pada Supergrass dengan lirik berisi, slengean dan penuh pesan. Pada “lautan api”, The Jeblogs mengajak merenung tentang kelangsungan tanah yang kita huni,

//Tumbang pohon terakhir//

//Berhenti sungai mengalir//

//Baru kau sadar berpikir//

//Surga yang indah berubah menjadi lautan api//

Tiga lagu terakhir adalah “sebat dulu”, “ode para sisifus” dan”track 8”. Yang sedikit berbeda dari yang lainnya adalah“track 8”. Lagu sepanjang 8 menit 48 detik dengan aransemen beraroma post rock, dipenuhi bebunyian syntesizer dan berkolaborasi dengan Trigga Coca mengisi bagian vokal semi orasi di tengah lagu.

//Yang telah pergi akan selalu terkenang//

//Dan sambutlah yang akan datang//

Secara keseluruhan, pada departemen lirik The Jeblogs berhasil memadu padankan lirik yang sederhana khas musik pop dengan diksi-diksi tak biasa, mengawang-awang, berisi, penuh renungan, penuh pesan tapi tak membuat orang mengerutkan dahi untuk memahaminya. Pada departemen musik, The Jeblogs sukses membuat musik indies terdengar tidak murahan, banyak band lain yang gagal melakukannya.

Jika harus membandingkan sesama pendatang baru dengan aliran musik yang tidak jauh berbeda, mungkin hanya album “apophenia” milik Sunwich dan “banal semakin binal” milik The Jansen yang tidak minder dengan album milik sekumpulan pemuda Desa Jeblog ini.

Walaupun ada beberapa lagu yang memiliki formula yang sama tapi dimaafkan untuk album pertama. Jangan diulangi lagi untuk album kedua jika kalian tak ingin mendapat predikat band miskin ide, tak berani bereksplorasi dan membosankan.

The Jeblogs, album kalian tidak murahan maka bersiaplah menjadi band mahal. 

//mungkin kita sampai//mungkin saja tidak//tugas kita hanyalah berjalan//

  • Album rate : 7.5/10
  • Lagu dengan skor tertinggi : Track 8
  • Lagu dengan skor terendah : Pulang

Ditulis oleh Andeskal Suryawan (Music Enthusiast – Founder Repertoart)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles