Equal bisa berarti sama, sejajar, sederajat, seimbang. Harapannya semoga album equal yang berjenis Instrumental ini mampu menyeimbangkan pikir, rasa dan laku wasis tanata secara personal, dan menyeimbangkan apresiasi juga cara pandang publik terhadap musik instrumental dengan musik yang berlirik. Harapan lainnya adalah semacam mensejajarkan derajat instrumentalist dengan vocalist. Semua sama baiknya, semua sama pentingnya,sama menariknya, sama-sama dalam musik, jadi kenapa harus berat sebelah?
Album Equal ini merupakan salah satu cerminan wujud dan bukti hasil akumulasi dari rekaman tubuh wasis sebagai seorang instrumentalist,dari awal bermusik dan berkesenian hingga saat ini, dalam melakoni peristiwa-peristiwa musikal dan artistik. Jadi dari apa yang dia pikirkan,lihat,lakukan,dengar juga rasakan dalam peristiwa tersebut, akhirnya secara alami menjadi sumber dan trigger dalam berkarya.
Selain itu album ini juga merupakan dokumentasi kumpulan karya-karya audio yang dilakukan oleh wasis tanata dan didukung teman-temannya, pada saat proses penciptaannya dalam rangka merespon tawaran beberapa acara/event/festival di kala pandemi ini, yang menurutnya akan sangat sayang sekali jika hasil karya dalam proses kreatif tersebut tidak dirawat dengan baik, atau hanya sebagai kebutuhan acara lalu selesai dan hilang begitu saja, terlupakan/dilupakan. Oleh sebab itu wasis tanata mempunyai cara untuk merawat karya dan menandai moment tersebut.
Wasis Tanata sadar bahwa proses kreatif sangatlah penting untuk mencari identitas diri yang original, mengaktualisasi diri,terapi psikologi, mental dan sejenisnya, terutama di masa-masa seperti ini. Adanya proses kreatif yang baik akan meningkatkan Imun Dan kesehatan jiwa raga, jika memaknainya dengan baik pula tentunya.
Di album ini ada 5 karya audio yang dipilih wasis, yang tidak lazim durasinya, format instrumentasinya juga bentuknya, jika dilihat dengan kacamata musik mainstream/industri saat ini. Wasis tanata juga berkolaborasi dengan perupa murni yang berasal dari papua dalam menginterpretasikan audio ke dalam bentuk visual yang akhirnya menjadi Artwork Album ini, dia adalah ignasius dicky takndare.
Selain itu dalam proses penggarapan musikalnya wasis juga dibantu gitaris muda berbakat yaitu Fajar Lintar didalam 3 karya (jathilanku part 2, pandemi 2020, see you soon), dedy alldint drummer Goodpool Dan dimas seorang percussionist muda, mereka berdua merupakan perwakilan dari komunitas DGYK (drummer guyub yogyakarta) yang juga membantu di karya Logam Kayu Membran,lalu dikarya drumSoundscape wasis berkolaborasi dengan Jamaluddin Latif seorang pelaku teater yang cukup kawakan, dia membaca narasi di dalam karya