*Tulisan ini adalah bagian dari Curhat Musikal oleh Jono Terbakar yang terbit seminggu sekali setiap Jumat, insyaallah. Foto oleh Asyam Ashari @topiputih
Saya pernah bertanya pada dosen saya, saya gaperlu sebut nama dosennya ya soalnya saya lupa.
“Pak, kenapa seni kontemporer itu sering gajelas karyanya? Sulit dinikmati.”, tanya saya
“Karena yang penting bukan karyanya, tapi diskusinya”, jawab beliau
Kalau kita ngomongin musik, gabisa melulu yang genrenya pop dan tentang cinta-cinta yang sering kita denger di radio dan tevelisi. Ada yang instrumental saja dan banyak pula yang pake nyanyian. Sebagai contoh, saya lagi sering denger gamelan gara-gara di mobil ada CD gamelan yang saya beli waktu di Lokananta dulu. Gamelan, yang instrumental, sangat membuka kesempatan untuk menafsirkan. Musik yang mengalun kadang jadi pertanyaan “ini maksudnya apa sih?”. Kalau kamu kritis, mungkin di paragraf ini kamu bertanya-tanya, “Tadi ngomongin seni kontemporer, sekarang kok bahas gamelan”. Memang itu tujuan saya, mengaduk-aduk hatimu.
Musik-musik yang aneh-aneh kadang bisa dipahami juga dengan kita mengulik person dibaliknya. Kita bisa tau pola pikirnya atau pilihan politiknya. Ada subjektifitas yang perlu digali lebih dalam dan pengetahuan + pengalaman yang berkelindan dalam musik yang tidak general. Mereka seperti memanggil-manggil, “sini kenal lebih dekat dengan musikku, pola pikirku, sejarah hidupku, dan apapun tentang ku dan atau kami”.
Musik jadi sarana silaturahmi. Memperpanjang umur dan rejeki. Jadi musik tidak sekedar ditonton di panggung atau didengarkan di spotify, musik sifatnya menjadi pemantik untuk pertemuan yang lebih jauh dan dalam.
Lagi-lagi, harus saya akhiri dengan pernyataan ini: aneh bagi kita mungkin tidak aneh bagi yang lain. Bisa jadi, kita dianggap aneh oleh orang aneh lainnya.
Pondok Cabe, 6 Agustus 2024
Jono Terbakar
