Setelah lebih dari empat tahun tidak merilis karya baru, grup musik asal Yogyakarta FSTVLST (baca: festivalist) rilis single baru berjudul Enam Masa. Dikerjakan dengan format demo yang sederhana, Enam Masa adalah mantra pertama yang dirapalkan Sirin Farid Stevy (vokal), Roby Setiawan (gitar), Humam Mufid Arifin (bass), dan Danis Wisnu Nugraha Widiasmara (drum) menuju album ketiga yang sedang dipersiapkan.
Di antara beberapa draft lagu inisial yang tersimpan untuk album ketiga, FSTVLST memilih satu draft berisikan komposisi musik yang nihil teks atau tanpa narasi apapun. Draft itu dikerjakan oleh Roby Setiawan, Fandi Kurniawan (gitar), Hutama Mahdi Putra (synthesizer), dan Eunike Theresia Siahaan (drum), syahdan dilanjutkan oleh Farid Stevy yang menuliskan liriknya di awal tahun 2023.
Setelah delapan bulan berlalu, apa yang ditulis seolah menemukan relevansinya hari ini. Mencermati yang terjadi di sekitar, ada hal-hal yang menuntun FSTVLST untuk memilih draft Enam Masa menjadi rilisan single pertama. Tentu saja secara serampangan tapi penuh kearifan lokal, otak-atik gathuk (konsep menghubung-hubungkan) menemukan kalimat kunci yang menguatkan isi dari lagu tersebut.
Hampir tak mungkin bisa dijelaskan. Misalnya sepenggal lirik tentang unsur api yang dituliskan dalam lagu Enam Masa waktu itu, hari ini menjelma peristiwa hujan meteor dan kebakaran hutan maupun gedung sejarah sepanjang tahun 2023 di Indonesia. Juga hal yang sama, hampir tak mungkin bisa menjelaskan keterkaitan antara: (1) rancangan pemerintah memindahkan ibukota, (2) keinginan Farid Stevy mencukur rambut ala manusia Dayak, dan (3) pertemuan FSTVLST dengan penyanyi berdarah Kalimantan untuk single Enam Masa.
Mungkin memang tidak ada kaitannya sama sekali. Namun, ada intuisi tentang hal-hal semacam ini yang tak terhindarkan datang ketika ingin mengerjakan single Enam Masa. Dalam bahasa yang paling mudah dimengerti, barangkali memang tidak ada yang kebetulan.
Kisah tentang Kembali Menuju Permulaan
“Tiba-tiba muncul ide untuk menuliskan kejadian semesta. Dimulai dari nol atau ketiadaan, sampai adanya manusia,” ujar Farid Stevy.
Pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana perubahan peradaban ini bermula atau tentang tanah indah yang perlahan rusak, jadi semacam energi yang menemani Farid Stevy membaca ulang hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Enam Masa kemudian dipilih menjadi momentum untuk melihat kembali peristiwa penting tentang penciptaan alam semesta, bumi, hingga manusia pertama.
Dalam prosesnya, Enam Masa ditulis dalam bentuk yang kronologis. Namun runtutan peristiwa penciptaan semesta kemudian dibalik, sehingga dimulai dari masa terakhir menuju ke awal permulaan penciptaan. Enam Masa adalah sebuah kisah tentang kembali menuju ke permulaan.
Secepat menduga percikan api yang selalu menjadi mula dari melangitnya kepulan asap, seperti itu pula FSTVLST melihat perubahan dan kerusakan yang perlahan hadir dalam pandangan mata. Selalu ada penyebab dari apa yang telah terjadi, selalu ada akhir dari setiap permulaan. Farid Stevy menyebutnya dengan praduga, “Jika kita tidak merawat bumi dan kehidupan, maka semesta akan mengajak kita kembali lagi seperti semula.”
Tidak sendirian, FSTVLST dibantu oleh penyanyi muda Fanny Soegi untuk mengambil peran dalam bagian vokal. Sesuatu yang bahkan tidak direncanakan sebelumnya. Teks Enam Masa diawali dengan sebuah puisi yang dibacakan oleh Fanny Soegi. Bait ini serupa mantra untuk mengunjungi ulang apa yang pernah dirapalkan FSTVLST dalam lagu Tanah Indah Untuk Para Terabaikan, Rusak Dan Ditinggalkan: ruang yang megah menjelajah / waktu yang entah berpihaklah / langit yang pemurah berkatilah / tanah yang indah kami datang.
waktu itu, kami kira waktu itu entah
sejak kala itu, berkala kami percaya
bahwa millenia, era, abad, warsa, masa, detik
dan segala sebutan tentangnya
sampai bagian mili, nano, dan mikronya
akan selalu hadir dan berpihak dalam percaya
demi masa
Ada semacam keyakinan yang dipegang oleh FSTVLST tentang tanah indah yang pernah dibayangkan. Peradaban seakan terus menuntun mereka berhadapan dengan satu per satu persoalan tanah (bumi) dan manusianya: kekeringan air, hutan terbakar, pencemaran tanah, polusi udara, dan perubahan iklim, hingga krisis sosial seperti amoral, intoleransi, hingga sikap manipulatif individu. Jika kemudian apa yang dibayangkan tentang tanah itu perlahan rusak, tercemar, dan tidak dirawat nilainya oleh perilaku manusia-manusianya, maka segalanya akan terluka dan kembali menjadi tiada.
Sedikit berbeda dengan lagu-lagu di album sebelumnya, single Enam Masa memilih hadir dengan kosa kata yang sudah tidak akrab didengar atau diucapkan dalam percakapan sehari-hari. Farid Stevy memilih kata-kata arkais yang dapat mewakili makna yang dibayangkannya.
Misalnya seperti jamas (pemurnian), swarna (emas), hong!, atau istilah ‘sabda naya’ yang merujuk pada petuah leluhur yang pernah diwariskan dalam kepercayaan lokal. Bagi Farid Stevy, ada makna di dalam kata-kata (arkais) itu yang berhasil menemukan padanan yang tepat dibandingkan kosa kata bahasa hari ini.
Meskipun masih dibungkus dalam versi demo, single Enam Masa jadi karya pertama yang didengar para festivalist (penggemar FSTVLST) setelah sekian lama katam mendengarkan album Hits Kitsch (2014) dan FSTVLST II (2020). Dengan begitu, single Enam Masa telah menjadi awal perjalanan menuju album ketiga yang sedang dikerjakan FSTVLST.
Enam Masa dirilis pada 24 September 2023 di festival musik Pestapora 2023 dan melalui kanal YouTube FSTVLST.