Predikat klenik atau mistik melekat sejak RABU merilis demo berjudul ‘Semerbak Wangi’ dalam 3inch CDR sebelas tahun silam. Predikat itu menebal ketika RABU meluncurkan “Renjana” tahun 2014. Banyak media dan pengamat menyalak, terkejut dengan rilisan album dalam besek berisi tiap benda yang memproyeksikan ‘kemistikan’ itu. Fidelitas rendah, bergema, dan gelap di tiap lagu mempertebal predikat itu.
Sekalipun Wednes Mandra (gitar, vokal) dan Judha Tempe (gitar) memutakhirkan konsep musik dengan menambah personel seperti Rudy di posisi gitar dan Bona Zustama (programmer, gitar)–terbaru, mereka mengangkat Guevara Tamtaka sebagai bassis–lalu merilis ‘Potret Akhir yang Kusam’ via Soundcloud disusul mini album “Tadahasih” predikat itu tak memudar.
Mistisme diserap dari kata ‘mystikos’ dalam bahasa Yunani, artinya rahasia, tersembunyi, gelap, atau terselubung dalam kekelaman. Kata itu abstrak dengan makna yang luas, tak terbatas. Di Indonesia sendiri banyak yang memaknainya sebagai sesuatu yang gaib yang terhubung dalam banyak simbol seperti kemenyan, bunga, makam, benda-benda sakral, dan lain sebagainya. Modernitas yang masuk ketika keran budaya barat dibuka selebar-lebarnya tidak membuat kepercayaan terhadap hal gaib berkurang tetapi semakin kental.
RABU, yang baru saja merilis single baru berjudul ‘Hilangnya Kehangatan’ masih dalam pusaran mistisme yang kental itu. Namun, lagu yang dirilis bersamaan dengan video lirik ke laman Youtube mereka ini jauh lebih gelap sekaligus mengerikan dibanding lagu-lagu dalam “Renjana”.
Tak ada yang lebih muram dari kehilangan pekerjaan, lenyapnya saldo rekening, dan masuk angin. Mati kompor karena kehabisan gas untuk memanaskan sayur sisa di tengah keluh lapar anggota keluarga lebih membuat gentar daripada mencium aroma menyan bercampur bunga. Dan merayakannya dengan ikhlas, pasrah, adalah puncak klenik yang jauh lebih menggetarkan dari sekar dan kidung ganjil.
“Tambahan personel itu membuat interpretasi terhadap mistisme jadi banyak dan cukup. Dari rekaman pun sebenarnya sudah tergolong aneh, ngobrol ke sana ke mari tiga jam lalu hanya menghabiskan waktu satu jam untuk take,” beber Judha.
Lagu baru ini tidak sekadar menyajikan interpretasi lain terhadap klenik dan lain sebagainya. ‘Hilangnya Kehangatan’ juga memperdengarkan hasil eksplorasi yang dirembuk lewat cara-cara yang paling demokratis. Dari menyusun bagian lagu, aransemen, memilah lalu memilih sound dan elemen suara. Salah satunya ketika menaruh koor berisi suara anak kecil.
“Idenya itu dari Bona, pengganti synth pad latar dari demo awal. Sekarang kami berlima, banyak elemen yang bisa ditampilkan. Kami juga bisa menjamah banyak kemungkinan. Misalnya di ambience banyak diisi oleh Bona lalu proses berpikirnya jadi lebih gampang. Produksi enak dan ketika rembukan ternyata asyik juga,” sambung Wednes.
Lagu berdurasi enam menit dua puluh tiga detik ini diproduseri dan direkam di Pati Rasa Studio. Wahyu Martono berdaulat penuh sebagai juru rekam. Bona Zustama menyatukan lalu menyelaraskan audionya, termasuk suara vokal latar yang diisi Dinda Z Putri dan Caraka Obey. Sementara di bagian artwork diserahkan pada Guevara.
“Untuk artwork jalannya sesuai arahan Wednes tetapi disesuaikan dengan gayaku. Awalnya mau pakai AI, tapi kami tidak setuju karena konsepnya mudah dicolong. Tiap elemen dalam lagu saya usahakan ada, mau pakai elemen tengkorak tetapi tidak estetik. Bisa dibilang semuanya, dari musik sampai artwork kerja bareng-bareng,” tandas Guevara.
‘Hilangnya Kehangatan’ dirilis di bawah bendera mereka sendiri lalu disebarluaskan ke platform digital lewat Jonotify. Video lirik juga digarap sendiri, mengedepankan kemuraman yang acap kali diterjemahkan sebagai mistisme sekalipun mereka tidak pernah berharap demikian.