Pada 30 November 2019 empat mahasiswa seni rupa di Yogyakarta, Kevin (gitar), Haryo (bass), Arip (vokal) dan Deva (drum) sepakat untuk mengekspresikan emosi, idealisme, kedalam lonjakan estetis berbentuk musik. Preferensi setiap personil yang beragam membentuk musik keras tanpa kekangan, memadukan riffs berat ala stoner dengan intensitas metalcore. Tidak lupa perubahan struktur dan warna lagu secara drastis nuansa progressive maupun fusi anomali jazz menuju breakdown yang ekstrim nan menyenangkan.
Paraphernalia, diambil dari bahasa Inggris berartikan peralatan yang dibutuhkan sebuah operasi atau aktivitas tertentu. Membawa nama tersebut Paraphernalia menjadi alat berat multifungsi, efisien dalam ritme yang dipilih, saling mengisi setiap bagian yang ada menciptakan teknikal epik dalam suara yang “mentah” dan jujur. Iringan intensitas tinggi dari lagu yang sedang bermain akan dijinakan oleh melodi menenangkan hanya untuk menyerang pendengar lebih keras dimenit berikutnya. Sejak awal terbentuknya Paraphernalia telah menyiapkan 4 materi orisinil yang siap untuk direkam, dimana “Layanan Perang” dipilih sebagai single perdana yang rilis pada 21 Januari 2021. Layaknya materi-materi Paraphernalia yang lain berpusatkan pada tema kudeta, sosial-politik, konsumerisme, perang, isu lingkungan, kekerasan, dan krisis eksistensi. “Layanan Perang” menjadi balada setiap personil sebagai perwakilan batin mereka memasuki medan skena musik Yogyakarta.
Track yang berdurasi hampir 7 menit ini berisikan riff chorus yang catchy dan groovy dimana porsi besar komposisi lagu berpusat pada chorus tersebut. Dibumbui dengan verse yang cepat ala metalcore dengan bumbu nuansa okultis pada pertengahan serta plot twist diakhir lagu. “Layanan Perang” disusun untuk memberi serangan jantung, lonjakan tempo dan genre yang terjadi di lagu ini dieksekusi secara halus, balance, dan senyaman mungkin tanpa mengorbankan groove hanya demi mengejar nuansa “prog”. Dilihat dari judulnya “Layanan Perang”, dapat ditebak jika ini salah satu dari berbagai banyak lagu bertemakan mengenai perang, dan memang benar. Akan tetapi konteks “perang” disini tidak berpusat pada masa atau tempat tertentu secara spesifik melainkan keseluruhan makna “perang” itu sendiri. Dimana lagu ini memberi perspektif mereka yang menjadi korban dan tersangka terjebak dalam perang antar manusia apapun alasanya dan perang antar konflik eksistensial diri. Mereka yang berada dalam sisi yang kalah akan mengutuk dan bertanya hampa sedangkan mereka yang menang akan terus menerjang tanpa sisa. Tema yang dapat dikatakan klise, tetapi justru anggapan tersebut yang menjadi inti permasalahan, karena selama ini kita cukup pintar untuk mengabaikan sejarah dan secara ironis mengulang sejarah pada saat yang bersamaan. Tidak masalah, karena manusia dan Paraphernalia memang dirakit sebagai tanda tanya.