Long Live the Crowdsurfer!

Search
Close this search box.

Wawancara Koloni Gigs Bersama Voxxes: Mengupas Daydream, Album Kedua yang Penuh Refleksi

Koloni Gigs berkesempatan menggelar wawancara daring yang penuh tawa dan cerita mendalam bersama Voxxes, pada Rabu, (25/06) untuk membahas perilisan album kedua mereka, Daydream. Meski tanpa kehadiran Tanjung, keyboardist Voxxes, wawancara ini berjalan lancar dengan kehadiran Zhafari (Fari/vokal), RR (gitar), Eky (drum), dan Abby (gitar). Berikut adalah rangkuman dari obrolan seru yang penuh wawasan tentang proses kreatif, makna di balik Daydream,  dan perjalanan Voxxes sebagai band.

Daydream: Pelarian Emosional dalam 11 Lagu

Ketika ditanya tentang tema Daydream, Fari menjelaskan bahwa album ini adalah sebuah “tempat istirahat” bagi pendengar. “Tema di album ini lebih ke mimpi. Bisa diartikan bahwa album ini adalah tempat untuk para pendengar jadi apa aja yang mereka mau,” ujarnya. RR menambahkan bahwa Daydream hadir sebagai media pelarian dari hiruk-pikuk kehidupan. “Lari sejenak dari kesibukan mereka gitu. Dari kenyataan yang mereka jalani. Kami nyediain Daydream ini sebagai media untuk mereka berhenti sejenak,” katanya. Eky menegaskan, “Emang itu definisi dari Daydream itu sendiri.”

Fari juga berbagi bahwa album ini sangat personal bagi Voxxes, yang sebagian besar anggotanya menjalani kehidupan sebagai pekerja kantoran. “Makanya kami semua kan ngantor. Jadi ini emang sangat amat personal bagi kami. Dan album ini jadi saved places bagi kami,” ungkap Fari. Daydream menjadi cerminan dari pengalaman pribadi mereka, menawarkan ruang untuk merenung dan melarikan diri dari rutinitas.

Missing You: Lagu tentang Ketidakpastian

Single pertama di album Daydream, “Missing You”, menjadi sorotan dalam wawancara. Fari menyebut lagu ini “sangat Voxxes banget” dan enak didengar, sementara RR menjelaskan makna di baliknya. “Sebenernya ‘Missing You’ ini tentang perasaan ketika tiba-tiba ada orang dari masa lampau dan sekarang datang ke hidup lo. Lo gak bakal expect dia dateng lagi,” ujar RR. Fari menambahkan dengan nada bercanda, “Sebenernya ini ‘Missing You (?)’,” merujuk pada lirik lagu yang menggambarkan kebingungan emosional: “Gue kangen gak sih? Keknya gue gak kangen deh sama lo, kenapa lo dateng?”.

Lagu ini mencerminkan tema besar Daydream, yaitu menyelami emosi yang kompleks dan sering kali tidak pasti. Dengan nuansa pop elektronik yang khas, “Missing You” menjadi pembuka yang kuat untuk album ini.

Lagu Favorit dan Cerita di Baliknya

Dengan 11 lagu dalam Daydream, setiap personel Voxxes memiliki preferensi dan cerita unik tentang lagu favorit mereka. Eky memilih “What You Have Been Through” sebagai lagu andalan. “Karena lagu ini jadi lagu pertamanya Voxxes gitu. Dan sebenernya ini gak ada di list album ini. Tapi setelah menimbang-nimbang, ini lagu cocok dimasukin di album dengan versi terbarunya,” jelasnya.

Abby, dengan alasan sederhana, memilih “A Scene in Your Apartment”. Karena enak aja itu lagu. Sesimpel itu. Karena dinyanyiin pake gitar bolong-bolong aja udah enak,” katanya, menambahkan bahwa lagu yang bagus menurutnya dan RR adalah yang tetap terdengar enak meski dimainkan secara akustik. Sementara itu, Fari menyebut “Out of Reality” sebagai lagu yang berkesan. “Gue ngetake vokal ini pas gue lagi sakit. Beneran gue cari sakitnya, baru gue take vokal. Jadi ini berkesan,” ungkapnya, menjelaskan bagaimana kondisi emosionalnya saat merekam menambah kedalaman lagu tersebut.

RR, yang banyak menulis lagu bersama Fari, mengaku tidak punya favorit spesifik. “Kalo ditanya mah semua. Tapi lebih ke hal-hal kecilnya gitu loh. Kayak gue di lagu ini gue suka take drumnya, yang lagu itu suka gitarnya,” katanya.

Perbedaan dengan Zero Hour dan Proses Kreatif

Voxxes juga berbagi perbedaan antara Daydream dan album pertama mereka, Zero Hour (2023). Menurut Eky, proses produksi Zero Hour banyak dilakukan secara jarak jauh. “Zero Hour itu produksinya lebih banyak kami LDR-an gitu. Jadi kirim-kirim file. Si Abby kirim file dari Surabaya,” ujarnya. Sebaliknya, Daydream lebih melibatkan kolaborasi langsung. “Kalau di Daydream lebih banyak ke bareng-barengannya sih,” tambahnya. Fari menegaskan, “Di Zero Hour kami ngerasa kurang ngeband aja. Tapi di Daydream ini kami ingin bareng-bareng. Kek jadi anak band aja, biar gak kerasa kerja aja.”

Jarak dua tahun sejak Zero Hour ternyata tidak menghambat proses produksi Daydream. Fari menjelaskan, “Sejujurnya album ini bisa rilis tahun lalu. Karena kami produksi sendiri jadi kami cepat produksinya. Karena RR ini yang memproduseri. Bebannya cuman writing aja.” Kecepatan ini menunjukkan kematangan Voxxes dalam mengelola proses kreatif mereka.

Rencana Tur dan Identitas Voxxes

Mengenai rencana ke depan, Voxxes optimistis tentang tur untuk Daydream. “Bismillah, pasti ada,” kata Fari, sementara Abby menambahkan bahwa aktivasi album baru akan dimulai pada Juli 2025. Ketika ditanya apa yang membedakan Voxxes dari band Indonesia lainnya, Eky menegaskan bahwa mereka fokus menjadi diri sendiri. “Lebih ke jadi diri sendiri jadi Voxxesnya. Kalo sekarang lagi trendnya gini, kami gak ngikutin,” ujarnya. Fari menambahkan, “Gue gak pernah mikir spesifik genre atau apapun itu. Kalo bikin lagu lebih ke lagu itu pondasinya adalah tulisan. Kalo tulisan itu udah mateng, dia akan milih genrenya itu sendiri.”

RR menjelaskan pendekatan mereka yang berorientasi pada lagu. “Karena kami emang berorientasi sama lagu, jadi yang penting lagunya udah enak dinyanyiin, sisanya yauda kami ngikut apa yang mereka minta aja gitu. Si lagunya maksudnya,” katanya.

Menyeimbangkan Pekerjaan dan Ngeband

Sebagai band yang anggotanya juga bekerja kantoran, Voxxes berbagi cerita tentang bagaimana mereka menyeimbangkan pekerjaan dan musik. Abby, yang bekerja di Surabaya, mengaku menghadapi tantangan logistik, tetapi dukungan dari rekan band membuatnya tetap berjalan. “So far aman, kalo gue sendiri susah. Tapi alhamdulillah temen-temen support,” ujarnya. Fari menekankan pentingnya organisasi. “Kalo gue emang di hp udah ada schedule, ini meeting Voxxes, ini kerjaan. Jadi emang harus dikalenderin sih,” katanya. Sementara RR, dengan nada santai, berkata, “Kalo gue biarin aja berantakan, namanya juga hidup,” disambut tawa.

Daydream sebagai Film: Romansa Lokal

Sebagai penutup, Koloni Gigs mengajak Voxxes membayangkan Daydream sebagai sebuah film. RR memilih Vino G. Bastian sebagai aktor, sementara Fari memilih Nicholas Saputra. Eky dengan bercanda menyebut dirinya sendiri, dan Abby menegaskan bahwa genrenya adalah romansa dengan Lukman Sardi sebagai aktor. “Jadi lokal semua yaa,” kata Abby sambil tertawa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles