Menginjak 15 tahun usia karirnya sebagai bedroom singer-songwriter, Adhitia Sofyan merilis album terbaru berjudul Stubborn Heart tanggal 30 Mei 2023. Album ini menceritakan tentang kebebalan hati seseorang ketika menjalani sebuah hubungan percintaan yang dirasa tidak mungkin berhasil (impossible relationship). “Impossible relationship itu kan macam-macam ya, ada yang LDR (Long Distance Relationship), beda agama, dan sebagainya yang mana masing-masing pihak mengetahui bahwa relationship-nya susah. Salah satu dari orang ini sudah kehilangan faith (keyakinan terhadap ikatan) dan yang satu lagi masih sangat kuat untuk mempertahankan. Dia lah yang punya Stubborn Heart ini.”, ujar Adhitia Sofyan. Ia memang handal dalam meromantisasi rumitnya percintaan menjadi lagu-lagu yang menarik untuk didengarkan.
Keputusan Adhitia Sofyan dalam memilih manajernya, Rendi Kopay, sebagai produser di album ini adalah langkah yang berani. Hubungan antar musisi dan manager yang sudah terbina selama 9 tahun membuatnya leluasa untuk bercerita dan bertukar pikiran. “Paling dekat, serba bisa, sering banget ngobrol sama aku, dan aku benar-benar kosong, tidak ada arahan. Kalau tidak ada orang yang mengarahkan, musik yang aku buat akan menjadi Adhitia Sofyan yang sudah-sudah (akustikan). Tentu saja untuk album baru ini perlu sesuatu yang beda, fresh, dan baru. Jadi orang yang paling dekat dan aku tahu serba bisa adalah Rendi Kopay.”, ungkapnya.
Album Stubborn Heart memuat musik dan aransemen yang dihadirkan terasa pas pada porsinya. Dentingan gitar akustik yang tidak lagi mendominasi bukan berarti menghilangkan karakter Adhitia Sofyan. Bahkan pada lagu Canggu, January 2020, Adhitia Sofyan bernyanyi hanya dengan iringan piano. Hal ini membuat album Stubborn Heart terasa segar seperti melihat Adhitia Sofyan yang keluar dari kamarnya. Hal ini diamini Rendi ketika menjawab pertanyaan mengenai gambaran album ini. “Yang gua coba hadirkan sebetulnya sisi Mas Adhit yang nggak pernah keluar selama hidupnya.”, ujarnya. Ia menjelaskan bahwa banyak aransemen musik dan bunyi yang bertolak belakang dengan apa yang Adhitia Sofyan biasa lakukan pada album-album sebelumnya seperti penambahan gitar overdrive, musik upbeat, dan tempo yang tidak lagi balada. “Stubborn Heart adalah sesuatu yang berbeda, seperti melahirkan orang yang baru, lah.”, imbuh Rendi Kopay yang juga bermain bass di album ini. Album ini juga melibatkan Hendar Dimas Anggara (asisten produser, keys & synth), Tomy Vernando Felani (drum), Dhika Chasmala (violin), Radita Putri Charima (vokal latar).
Cerita album ini terangkum dalam lirik lagu I Can Take It yang menjadi single di album Stubborn Heart. Penggalan lirik ini menggambarkan betapa ngeyel seseorang menanti kemungkinan-kemungkinan atas hubungannya dengan orang yang dicintainya yang jelas-jelas sudah mengucapkan selamat tinggal. Ini adalah lagu terakhir yang diciptakan Adhitia Sofyan untuk kemudian turut termuat dan menjadi single album Stubborn Heart.
“Allow me just to stay right here. I’m waiting for possibilities. I know you said goodbye. But my dear I could tell you didn’t really mean it. So I’m just gonna wait for a moment waiting on a side for you.”
Lagu Bleed hadir dengan suasana sendu, demikian pula liriknya. “Angels cry they beg for mercy. Sky is torn the grounds were shaken. They witness how I bleed for you.”. Lirik ini menggambarkan betapa besar rasa cinta terhadap seseorang hingga memperjuangkan hubungan cintanya meski harus ‘berdarah-darah’. Aransemen yang apik berhasil membungkus lagu ini dengan dramatis.
Adhitia Sofyan mendapuk John Navid, drummer grup musik White Shoes & The Couples Company yang kerap disapa Uncle John, untuk mengerjakan sampul album Stubborn Heart. Uncle John, memaparkan bahwa terdapat perbedaan antara album Stubborn Heart dengan album-album Adhitia Sofyan sebelumnya. Jika secara visual album-album sebelumnya bisa digambarkan seperti alam, pepohonan, danau, maka kali ini lain dengan album Stubborn Heart. Album ini kental dengan penggambaran urban atau kota. “Untuk menggambarkan perbedaan ini, kita jalan keliling ke beberapa tempat di kota Jakarta. Tapi yang disorot bukan chaos-nya kota Jakarta, tetapi yang disorot adalah kota yang cukup rapi, ada konflik atau keresahan tetapi nggak frustasi dan tetap santai.”, ujar Uncle John. Lokasi pemotretan dipilih berdasarkan mood dan kepribadian Adhitia Sofyan yang hadir album ini seperti lorong, kamar hotel, tangga, jembatan dan lampu-lampu kota.
Melihat lokasi dan kesempatan menarik ini, Uncle John bersama Nala Satmowi dan Rendi Kopay mengambil cuplikan video yang dirangkai menjadi sebuah video musik yang utuh. “Video musik I Can Take It merupakan potret urban seorang pemuda kesepian yang ditinggalkan kekasihnya yang dengan keras kepala tetap menunggunya dengan santai atau polos.”, tutur Uncle John. Meskipun saat pengerjaan pengambilan gambar sempat dilanda hujan, namun hal itu justru malah menambah estetika gambar karena ada pendaran cahaya yang timbul dari butiran hujan yang jatuh. Dengan persiapan cukup matang, proses pengambilan gambar yang harusnya dikerjakan dua hari menjadi cukup dengan satu hari saja. Ini menjadi kolaborasi visual yang menarik dari Adhitia Sofyan dan Uncle John.
Adhitia Sofyan selalu konsisten merilis karyanya dari tahun ke tahun. Saat ini sudah 9 album (termasuk mini album) studio, 2 album rekaman pertunjukan, 15 single, dan beberapa karya kolaborasi dengan beragam musisi yang dirilis sejak tahun 2010. Selain sibuk memproduksi musik di studio, jadwal panggungnya pun tak pernah sepi. Perjalanan hidup dan karir bermusik membuatnya semakin luwes dalam mengelaborasikan karya. Kepribadian introvert, pemikir, serta sarat perenungan akan makna kehidupan dan cinta menjadi daya tarik Adhitia Sofyan yang tidak pernah pudar. Kematangan pengalaman bermusik dan kehidupan semakin terasa di album ini sejalan dengan keberaniannya menghadirkan sesuatu yang berbeda. Inilah yang membuatnya tidak pernah berhenti berkarya karena musik adalah bagian terbesar dalam hidupnya.