Long Live the Crowdsurfer!

Search
Close this search box.

Berawal dari Kolaborasi di Joyland Festival 2019, Jirapah Ajak Cholil ERK Lagi di Projek 'Re:Planetarium'

Membuka 2020 dengan melepas sebuah video musik epik “Planetarium” yang disutradarai Edwin pada Januari lalu, kini grup indie rock eksperimental asal Jakarta, Jirapah mengumumkan Re: Planetarium, sebuah proyek kolaboratif lintas disiplin untuk menggubah dan memaknai ulang lagu yang bercerita tentang alam semesta tersebut. 

Proyek ini bermula dari sebuah penampilan di panggung Joyland Festival tahun lalu, ketika Jirapah mencoba untuk mengajak vokalis Efek Rumah Kaca, Cholil Mahmud menyanyikan “Planetarium” bersama mereka. Jirapah merasa emosi lagu ini sangat cocok dinyanyikan Cholil dan Cholil pun menikmati lagu tersebut dan hasil kolaborasi mereka. Lantas wacana merekam dan memaknai ulang “Planetarium” bersama Cholil bergulir baik menjadi Re: Planetarium yang kemudian melibatkan produser dan musisi elektronik Tomy Herseta, seniman visual Natasha Tontey, serta empat penulis pengantar Teguh Wicaksono, Dimas Ario, Gisela Swaragita, dan Raka Ibrahim.

Dalam Re: Planetarium , Jirapah, Cholil Mahmud, dan Tomy Herseta berhasil menyajikan dua nomor yang mengajak kita membayangkan masa depan alam semesta dalam nuansa yang gelap, dingin, dan kelam namun dengan pengalaman audio yang unik dan berbeda.

Pada nomor pertama, musik dirombak ulang oleh Jirapah untuk kemudian Cholil mengisi vokal. Mulanya, lagu dibuat bernuansa atmosferik dengan nada dasar yang biasa dinyanyikan oleh Ken Jenie. Saat dikirim, ternyata sedikit terlalu rendah untuk vokal Cholil. Maka lagu di-transpose secara digital untuk dinaikkan nada dasarnya agar vokal Cholil jadi lebih sesuai. Namun dalam proses konversi nada dasar, lagu versi awal yang atmosferik berubah menjadi glitchy. Tapi glitch tersebut ternyata membuat lagu ini terdengar lebih dingin dan malah menjadi unsur penting bagi lagu baru versi Cholil. Penampilan vokal Cholil pun berhasil melipatgandakan emosi akan rapuhnya kehidupan dalam lirik “Planetarium.”
Sementara di nomor kedua, Tomy Herseta merombak total “Planetarium” menjadi seperti sebuah skoring film bertema apokaliptik. Selama enam menit, kita dibawa masuk dalam sebuah perjalanan waktu yang sepi dan mencekam sambil seolah diajak membayangkan jika film dan skoring ini beralur maju ataukah justru sebaliknya.
Seniman visual Natasha Tontey, menginterpretasi “Planetarium” dalam suguhan grafis menyeluruh pada desain sampul, digital booklet tulisan pengantar, dan sebuah merchandise eksklusif. Empat tulisan pengantar rilisan ini dirangkum dalam sebuah digital booklet di mana Teguh Wicasono, Dimas Ario, Gisela Swaragita, dan Raka Ibrahim masing-masing menuangkan kegelisahan personal mereka terhadap, mengutip Jirapah, “gelapnya masa depan yang menunggu.”

Re: Planetarium dirilis oleh Kolibri Rekords dan bisa didapatkan secara eksklusif pada toko musik digital The Store Front seharga Rp35.000 dengan seluruh hasil penjualan akan didistribusikan kepada pekerja yang terdampak pandemi di Indonesia melalui platform donasi Bagirata. Saat ini Jirapah beranggotakan Ken Jenie (vokal/gitar), Mar Galo (bass), Yudhistira (gitar), dan Nico Gozali (drum).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Articles