Setelah menelurkan tiga album di tahun 2017, 2019, dan 2022, Kapal Udara kembali menunjukkan produktivitasnya di tahun ini dengan merilis album Satu Sama Lain.Band asal Makassar ini sebelumnya dikenal oleh pendengarnya sebagai band “pop-folk” yang memiliki lirik puitis serta sentuhan notasi etnik pada gitar akustiknya. Ini bisa disimak dari dua album pertamanya. Di album ketiga, Kapal Udara mulai melakukan eksplorasi musik dengan memadukan berbagai genre ke dalam tiap-tiap lagu. Eksplorasi ini kemudian berlanjut di album terbaru Kapal Udara: “Satu Sama Lain”.
Satu Sama Lain berisi delapan lagu yang mencoba membawa pendengar merasakan nuansa yang berbeda-beda di tiap lagunya. Mulai dari lagu “Pendulum” yang kental akan nuansa folk dan etnik hingga lagu “Lawding” yang kental dengan unsur rock. Di pertengahan track album, dalam lagu “Piatu”, Kapal Udara juga menyajikan lagu dengan tempo lambat (yang jarang dilakukan sebelumnya) dengan mencampurkan nuansa post rock di dalamnya.
Kata Bobby (Drumer), meskipun di album ini nuansa musiknya beragam, lagu-lagu di dalamnya sepertinya tetap bisa diidentifikasi pendengar sebagai lagu Kapal Udara lewat karakter vokal Ayat, sound gitar, serta ritme yang bisa membuat orang berjingkrak-jingkrak. “Ibaratnya, di album ini kami pakai banyak bahasa, tapi dialeknya tetap khas Kapal Udara”.
Menurut Ayat (Vokalis-Gitaris), keragaman musik di dalam album Satu Sama Lain adalah upaya Kapal Udara untuk bisa selaras dengan lirik yang dibuat. “Kami mengikuti maunya lirik seperti apa. Kami jadikan musik sebagai kendaraan agar lirik bisa bepergian dengan nyaman, dan tiba dengan selamat ke telinga pendengar”, terang Ayat.
Tema lagu dan lirik Kapal Udara masih sama dengan album sebelumnya, yakni seputar isu sosial-budaya dan “perjuangan” di keseharian. Yang sedikit berbeda di album ini adalah isu “politik” terasa lebih dominan, dan isu tersebut ditulis lewat lirik yang lebih gamblang. Ini bisa dilihat dari lagu “Dramaturgi”, lagu yang bercerita tentang kritik pemilu raya. Serta “Lawding”, yang bercerita tentang kritik terhadap penegakan hukum hari ini.
Seperti di album sebelumnya, lirik ditulis oleh Ale (Gitaris). Bagi Ale, isu sosial sudah menjadi core Kapal Udara. “Mungkin ini karena kebetulan Kapal Udara terbentuk saat kami, para personil masih mahasiswa dan banyak mendapat tugas-tugas kuliah di lapangan”, kata Ale. “Agar lebih dalam dan keberpihakan dalam lagu bisa tepat, dari album pertama kami selalu mengajak teman dari latar belakang peneliti dan penulis untuk membantu kami menyempurnakan lirik. Seperti di album Satu Sama Lain, kami mengajak Aan Mansyur, Mulyani Hasan, dan Nurhady Sirimorok (penulis/peneliti) untuk membedah dan mengobrak-abrik draft lirik yang saya tulis”.
Kapal Udara selalu melibatkan orang lain dalam pembuatan karyanya, mulai dari pembuatan lirik, seperti yang sudah diterangkan di atas, hingga proses perekaman. Dalam proses perekaman, Kapal Udara mengajak teman-teman dekat untuk mengisi suara latar bersama-sama (omnison). Artwork Kapal Udara di album ini juga dikerjakan secara berkelompok oleh klub gambar pixel x club, dan beberapa track telah diterjemahkan ke dalam video animasi oleh Jasmin Ansar.
Pelibatan orang lain ke dalam album ini merupakan bentuk semangat Kapal Udara terhadap kolaborasi. Hal tersebut juga tercermin dari nama album “Satu Sama Lain”, yang menjadi tujuan atau benang merah dari album ini. Bagi Dadang (Bassis), “kebersamaan dan kesetaraan adalah spirit yang kami suarakan di album ini. Dari sekian banyak persoalan sosial politik yang kami angkat di lagu ini, Satu Sama Lain adalah solusi yang kami tawarkan. Pendengar bisa menyimaknya lebih gamblang di dalam lagu yang berjudul Komune, tentang kehidupan bersama.”
Hidup Kita// Hidup bersama// Berbagi rasa// Bagi Rata. *potongan lirik Komune
Dengan rilisnya Satu Sama Lain, Kapal Udara berharap bisa turut mewarnai dunia permusikan di Indonesia, juga bisa membagikan narasi kebersamaan di tengah kehidupan yang semakin memaksa kita untuk selalu mementingkan diri sendiri.