Oleh: Bernadius Evan (Vaggovh)
Klaten sebagai kabupaten yang terapit dua kota besar, Jogja dan Solo, seringkali namanya dianggap sebagai angin lalu saja. Kabupaten ini lebih terkenal akan carut-marut yang terjadi di dalamnya. Sebutan ‘Kota Bersinar’ juga lebih sering terdengar sebaliknya. Klaten itu gelap—dalam segala maknanya. Tapi, apa yang terjadi pada anak mudanya ketika harapanpun tidak pernah nampak di tanah yang mereka pijak? Sebagian memilih apatis tenggelam dalam kecarutmarutannya, namun tidak sedikit pula yang resah dan bergerak. Dari beberapa mereka yang resah, mereka memilih menuangkannya lewat karya. Menciptakan harapan bagi diri mereka sendiri ketika tidak ada yang memberi. Secercah sinar dari gelap yang tak tau sampai kapan.

Perayaan Record Store Day 2025 ini, beberapa anak muda dari Klaten memutuskan untuk merilis karya-karyanya dalam bentuk rilisan fisik—CD dan kaset—sebagai wujud pemaknaan akan julukan ‘Kota Bersinar’ yang jarang mereka rasakan. Anak-anak muda ini adalah anak-anak muda yang resah dan memilih jalan sunyi kesenian sebagai pelepasan luapan emosinya. Beberapa nama mereka mungkin sudah tidak asing lagi, tetapi ada juga nama baru yang mencoba berani tampil.
Dikemas dalam wujud CD dan kaset dan dari berbagai genre, rilisan-rilisan dari Klaten ini layak untuk disimak. Sebut saja nama-nama itu adalah:
1. OM Kacau Balau – “Party Akhir Jaman” (LP)

Debut album penuh grup orkes yang mengklaim dirinya sekumpulan mursal dari daerah yang terkenal dengan berasnya di Klaten, Delanggu. Dirilis dalam bentuk kaset pita dan berisi 8 lagu yang sebagiannya telah dilepas sebagai single, album “Party Akhir Jaman” ini mewarisi riwayat kerasnya Delanggu. Membungkus kenestapaan dan kebahagiaan hidup sekaligus dengan balutan musik orkes dan beberapa sentuhan riff-riff khas surf rock 80-an yang memunculkan kesan mistis. Ditambah pula dengan lirik satir khas jalanan yang makin memperkuat klaim mursal yang mereka yakini; sebagai bentuk protes mereka atas keadaan sosial maupun politik maupun hidup itu sendiri.
2. Love of Life – “Together We Trust, Together We Strong (2.0)” (EP)

Memainkan musik pop punk yang energik, Love of Life mengajak bernostalgia dengan genre yang ramai di era 2010-an ini. EP ini sebenarnya adalah bentuk daur ulang dari apa yang telah mereka rilis 10 tahun lalu dengan kemasan yang lebih segar sebagai perayaan atas satu dekade perjalanan panjang mereka. Berisi 6 lagu, Love of Life mengajak para pendengarnya untuk terus memaksimalkan hidup yang penuh gairah lewat musik dan lirik yang mereka tulis.
3. Lower Clash – “Kacaw” (EP)

Bertajuk “KacaW”, EP ini merupakan hasil dari proses perjalanan berkarya Lower Clash selama satu dekade. Memilih punk rock sebagai benang merahnya, musik mereka cukup menggambarkan kekacauan dari apa yang mereka coba angkat dan yang mereka pilih sebagai landasan dasar karya mereka. Dicetak dalam format kaset pita, EP berisikan 4 lagu ini bagi Lower Clash menjadikan “KacaW” sebagai pembuktian bahwa mereka belum juga kunjung padam.
4. Hendri Susilo – “Arah Langkah Artikulasi” (LP), “Mahakarya Seni Grenang-greneng” (Single), “Diska” (Single)

Dengan alunan gitarnya, Hendri Susilo memainkan folkyang menenangkan. Hendri mencoba menangkap apa yang membekas di dalam dirinya mengenai Klaten. Mengutip kata Hendri, mengenai album ini adalah sebuah upaya untuk membungkus peradaban sebelum diasingkan dunia. Cukup berani dan produktif dalam perjalanan berkaryanya yang masih singkat ia mampu menelurkan satu album penuh dan dua single yang semuanya terangkum dalam rilisan fisik format cakram padat.
5. FM Abends – “Live at Pasar Beringharjo” (Live Session)

Bentuk rilisan yang terbilang baru untuk Klaten. FM Abends merekam sesi live-nya yang ia lakukan di Pasar Beringharjo, Yogyakarta dan dicetak secara fisik dalam bentuk kaset pita. Keseluruhan rekaman ini bisa dibilang sebagai bentuk pemanasan sebelum datagnya album penuh dari Abends. Dengan aransemen yang berbeda, Abends menyuguhkan sensasi rekaman langsung dari pertunjukkannya sambil membayangkan apa-apa yang terlewat. Meski dengan aransemen yang sedikit berbeda, apa yang Abends ingin tawarkan masih sama: ajakan untuk mengarak mendung bersama folk gelapnya.
Semua bentuk karya ini adalah perayaan atas hidup mereka masing-masing dan pada gejolak yang dirasakan. Mengabadikannya dalam format rilisan fisik, sebagai monumen bagi diri dan karya mereka masing-masing. Dan tentunya, sebagai upaya memunculkan secercah sinar dalam ketidakpastian hidup serta mitos “Bersinar”-nya Klaten. Rilisan mereka bisa didapatkan pada helatan Record Store Day 2025 di tiga kota: Yogyakarta, Solo, dan Klaten. Selamat berburu dan melacak sinar dalam diri mereka yang resah!