Sabtu malam (29/9) di Hortus Coffee, Tangerang, udara terasa beda. Bukan cuma aroma kopi yang nyebar, tapi juga suara gitar, teriakan, dan energi dari panggung kecil yang lagi penuh sesak. Soundwich balik lagi dengan showcase keempatnya, sekaligus jadi penutup hearing session terakhir tahun ini. Dari sore, orang-orang udah mulai ngumpul—ngopi, ngerokok, ngobrol, nunggu musik dimulai.
Dan malam itu… semuanya tumpah.
Fastcore, emo, folk, pop punk, punk, sampai DJ set—semua numplek dalam satu ruang, satu vibe. Lini penampilnya nggak main-main: Tabraklari, Conversation Without Talk, Karatungga, Dat Bunny, Junkmail, dan Adiktif Kolektif. Satu line-up yang bikin siapa pun sadar: skena ini hidup dan nggak kenal batas genre.
Tabraklari buka malam dengan hantaman cepat dan keras. Gebukan drum dan teriakan mereka langsung bikin kepala penonton ikut manggut. Suasana panas, padat, tapi seru.
Begitu selesai, Conversation Without Talk ngambil alih suasana dengan nada Midwest emo yang manis dan melankolis. Rasanya kayak tiba-tiba hujan turun di tengah panas—tenang, tapi kena di hati.

Masuk Karatungga, suasana makin teduh. Petikan gitar dan lirik reflektif mereka bikin ruangan jadi hening. Folk yang jujur, sederhana, tapi hangat. Bareng Dat Bunny, mereka jadi dua musisi terpilih dari hearing session Soundwich, bikin momen ini terasa lebih dekat dan personal.
Abis itu, Dat Bunny langsung ngebalikin energi lewat pop punk yang ceria. Lompatan dan teriakan penonton balik lagi, ruangan mendadak kayak pesta kecil yang nggak mau selesai.
Lalu datang Junkmail, bawa semangat punk yang liar. Penonton maju ke depan, ada yang moshpit, ada yang teriak bareng, semuanya lepas.
Dan ketika malam hampir habis, Adiktif Kolektif nutup semuanya dengan DJ set penuh tembang skena populer. Semua orang goyang, senyum, peluk-pelukan—kayak nggak mau pulang.
Showcase kali ini bukan cuma tentang musik. Ini tentang ruang—tempat di mana genre nggak penting, yang penting adalah bareng-bareng ngerasain musik. Soundwich berhasil lagi bikin satu malam di mana semua beda bisa nyatu. Di Hortus Coffee malam itu, lintas genre bukan slogan, tapi napas yang hidup di setiap beat-nya.

